Sabtu, 27 Juni 2009

fungsi blog sebenarnya..

apa fungsi blog yang sebenarnya..

1. cuma ajang curhat a.k.a curcol..? (klo dh di post di blog namanya bukan curcol kaleee...)


2. cuma ajng ikut2an, karena sekarang lagi ngetrend buku berdasarkan tulisan2 di blog. (baca:Raditya Dika).

3. mengembangkan citizen journalism.


aiiaaahhh.. buat point yang ke-3 ini nampaknya butuh pengetahuan lebih dalem supaya bisa ngerti maksudnya.

sepenangkep saya, citizen journalism itu adalah suatu era, dimana ditandai dengan keaktifan warga untuk menulis berita.
era ini mulai berkembang di Amerika sekitar tahun 80'an.
ciri yang paling mudah dikenal adalah, munculnya blog-blog yang semakin menjamur.

seperti kaidah mata uang yang memiliki 2sisi.
citizem jounalism memiliki dampak positif dan negatif.

dampak positifnya,
warga semakin aktif.
mereka mencari dan mempublikasikan berita.
semakin mudah bagi masyarakat untuk up-date akan berita.
tidak ada warga yang ketinggalan berita.

sisi negatifnya,
peran wartawan termajinalkan. hehe
karena wartawan harus berebut berita dengan lebih banyak manusia.
peran media cetak juga akan terdesak dengan menjamurnya era citizen journalism.

di Indonesia, beberapa praktisi media cetak, sebut saja Dahlan Iskan pernah mengatakan, lambat laun media cetak akan habis.
surat kabar akan gulung tikar.

namun,
luwi iswahni dalam bukunya catatan-catatan jurnalisme dasar mengatakan,
media cetak tidak akan mati.
ia akan selalu menemukan cetak untuk menjaga eksistensinya di tengan himpitan citizen jounalism.

bagaimana jadinya....

23:58 21/06/2009

bagaimana jadinya jika aku benar jatuh hati padamu..

mengenalmu saja tidak.

mengetahui warna kesukaanmu, tidak.
mengetahui makanan favoritmu, tidak.
mengetahui hewan peliharaanmu, tidak.
bahkan, mengetahui dimana tempat lahirmu saja, juga tidak.

ataukah ini hanya karena aku sedang sendiri.
dan hanya pesan singkat darimu yang menemani hariku.

aku cemburu ketika wanita lain mengirim wall untukmu.
aku tidak suka melihat fotomu mesra dengan teman wanitamu.

aku tidak suka.

Bagaimana detak jantungku naik belipat ganda.
Hanya karena membaca pesan singkat darimu.

Bagaimana aku seperti orang linglung.
dengan kelakuanku on-line facebook tiap jam.
hanya untuk memastikan ada tidak comment status atau sekedar jempol darimu.

Bagaimana stres dan emosi melandaku.
hanya karena tulisan pending muncul di laporan pesan singkatku untukmu.

tolong.
aku ingin ini tidak hanya canda.
aku ingin lebih dari ini.

bagaimana jadinya jika aku benar jatuh hati padamu..

Rabu, 17 Juni 2009

NYAMPAH......................

Tema SAMPAHolic akhirnya jadi winner di audisi pimred (seperti yang aku sebutkan di postQ yang sebelumnya)

banyak pro dan kontra.
ada yang ngomong tema itu condong ke lingkungan, ada yang ngomong kurang ke-ekonomi-nya, sampai yang paling menohok ada yang ngomong itu temanya majalah anak SMA.

jambooooozzzzzz...............

karepmu.

tak posting'in editorialQ buat SEKTOR SAMPAHolic ya teman2....

SAMPAH : antara u(s)ang dan uang*

Karut-marut problematika sampah memang masalah klasik. Masalah sampah bersumber dari manusia dan tingkah lakunya. Manusia beraktifitas dan setiap aktifitas manusia menghasilkan sampah atau buangan.

Sampah menurut Kamus Istilah Lingkungan untuk Manajemen adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Ibu Kota Indonesia pada 1985, 18.500 m3 sampah dihasilkan per harinya dan pada 2000 meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Peningkatan yang cukup signifikan. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, bertambah pula sampah yang terproduksi. Namun demikian, bukan berarti permasalahan akan sampah musykil untuk diatasi. Pengelolaan sampah tidak bisa lepas dari pengelolaan gaya hidup manusia. Diperlukan dekremen akan penggunaan sampah. Lihat saja jumlah sampah yang dihasilkan tiap person per harinya. Masih data menurut Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, tiap orang di kota ini menghasilkan sampah rata-rata 2,9 liter per hari dengan 12 juta jiwa penduduk.

Sejatinya, permasalahan akan sampah baru muncul ketika sampah keluar dari pelbak di area rumah. Demikian seperti ucap Erry Suheriadi, Ketua Program Surabaya Green and Clean ketika ditemui Tim Sektor. “Ketika masih ada di tempat sampah di rumah, sampah belumlah menjadi sebuah masalah. Tapi ketika sampah itu keluar dari rumah, barulah timbul permasalahan dari sampah tersebut,” ungkap jurnalis Jawa Pos tersebut.

Sering muncul pertanyaan, kemana keberlanjutan sampah-sampah itu setelah dibawa petugas kebersihan? Ada banyak alternatif. Mungkin sebagian orang yang berpendidikan, dalam hal ini paham akan ‘persampahan’, terlebih dahulu akan memilah. Sampah dipilah menjadi dua, sampah organik (sampah basah) dan anorganik (sampah kering). Penulis cukup lega ketika hasil survei menyebutkan bahwa 88 persen mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga (FE Unair) telah mengetahui dan membagi sampah menjadi dua bagian tersebut. Walaupun masih sebagian besar dari mereka, 94 persen pernah membuang sampah tidak pada tempatnya. Ironi ini makin diperparah dengan kerancuan sistem pengangkutan sampah di Indonesia sendiri. Para legator telah meletakkan tempat-tempat sampah di tiap sudut kota. Membaginya menjadi 2 golongan tadi, sampah basah dan sampah kering. Namun ketika para petugas kebersihan mengangkut sampah tersebut, gerobak yang digunakan tetap satu gerobak. Tidak dipisah ataupun disekat. Sedikit sia-sia pemerintah mendiferensi tong-tong sampah tadi.

Teori terodinamika dalam matakuliah Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan menyebutkan bahwa suatu energi tidak akan pernah habis. Energi tersebut dapat berotasi menjadi energi lagi, tidak hanya dalam bentuk energi yang sama namun dapat pula menghasilkan energi baru. Begitupula dengan sampah. Untuk sampah organik, banyak akademisi yang telah menemukan alat untuk mengolahnya. Proses composting salah satunya. Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan. Indonesia sendiri telah memiliki jalur akademik untuk menangani masalah sampah. Adanya jurusan Teknik Lingkungan secara pasti turut serta membantu menangani permasalahan lingkungan. Lebih khusus, terdapat mata kuliah sampah yang secara eksplisit mengupas problematika sampah. Sementara untuk sampah anorganik dapat diubah menjadi berbagai jenis barang yang memiliki nilai jual. Nilai jual disini adalah ketika sampah-sampah yang notabene tidak berarti itu menjadi berarti. Layak distribusi dan masyarakat mau menukar uang mereka dengan barang daur ulang tersebut. Sampah bisa dekoratif. Pernak-pernik daur ulang adalah salah satu contoh hasil kretifitas home industry yang kini semakin banyak kita jumpai. Daun kering, kertas sisa, hingga barang bekas mampu diubah menjadi benda yang memiliki high value added.

Lebih luas, sebenarnya sampah organik dan anorganik hanyalah cabang dari permasalahan sampah di darat. Ingat ketiga unsur di bumi, masih terdapat laut dan udara. Permasalahan sampah memang sangat kompleks. Tidak bisa dipungkiri bahwa ketiga unsur bumi tersebut telah terkontaminasi oleh sampah. Tercemarnya laut dan sungai di Indonesia adalah bukti nyata merajalelanya sampah. Di Surabaya sendiri, tingkat pencemaran sungai telah mencapai level yang cukup memprihatinkan. Sungai yang dikonsumsi kurang lebih 2,7 juta jiwa warga Surabaya, 60 persen pencemarannya telah tercemari limbah domestik berupa sampah dan detergen. Sementara 30 persen kontaminasi berasal dari industri melalui pembuangan limbahnya, dan 10 persen-nya berasal dari limbah lainnya seperti dari pertanian dan peternakan. Beruntung, pemerintah sudah cukup sigap meminimalisasi permasalahan sampah ini. Terdapat gerakan Stop Cemari Kali Surabaya (SCKS). Program yang baru di-launching Januari tahun ini, memiliki sasaran utama yaitu pengurangan pencemaran dari limbah domestik sebagai penyumbang pencemaran terbesar.

Sementara untuk gelar penyumbang polusi udara terbesar dipegang sektor transportasi. Buruknya sistem transportasi kendaraan umum menyebabkan masyarakat memilih mengendarai kendaraan pribadi untuk menunjang mobilitasnya. Akibatnya, asap kendaraan tersebut menjadi penyumbang polusi udara sekitar 70 persen. Belum lagi asap-asap yang lain, seperti asap pabrik maupun asap rokok. Sebenarnya lagi-lagi pemerintah telah mencari cara untuk mereduksi problem ini. Di pelbagai kota metropolitan, telah dicanangkan program Car Free Day sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas udara di kota metropolitan. Di Surabaya sendiri, program itu telah mulai digalakkan, diadakan dua kali dalam sebulan, tiap minggu kedua dan keempat. Memang, progress-nya tidak bisa kita rasakan sekarang, namun apabila upaya ini kontinyu untuk dilaksanakan, tidak mustahil 10-20 tahun lagi anak cucu kita kan menghirup udara segar di kota ini.

Seperti kaidah mata uang, di satu sisi sampah adalah benda usang dimana sudah berkurang daya gunanya, di sisi lain bisnis sampah itu menjanjikan. Tentu banyak yang tidak menyangka bahwa sampah merupakan bisnis yang menguntungkan dan memiliki prospek bagus. Selain bisnis daur ulang sampah seperti yang penulis sebutkan diatas, beberapa individu telah menemukan celah pengelolaan sampah. Seperti yang dilakukan Rhenald Kasali, pendiri Rumah Perubahan. Konsep dari Rumah Perubahan adalah mengumpulkan sampah lalu mengolahnya menjadi biomass energy. Dalam prosesnya, Rhenald bekerja sama dengan Hidayat, seorang sarjana ekonomi. Bahkan Hidayat sendiri kini tengah menggelar program 1000 enterpreneur sampah. Perlu diketahui, omzet yang mampu dikais dari bisnis pengolahan ini mencapai 225 juta rupiah per bulan.

Konklusinya, permasalahan sampah memang kompleks. Sampah bukan sekedar benda ’menjijikkan’ yang hanya mampu memaksa kita menutup hidung ketika melihatnya. Tapi, sampah bisa menjadi sebuah komoditi menguntungkan apabila kita paham akan konsep pengolahannya. Diharapkan Sektor edisi SAMPAHolic ini mampu mengatasi konstelasi sekaligus meningkatkan daya kreativitas personal akan konfigurasi sampah itu sendiri.


Well, artikel itu emang jauh dari sempurna.

tapi, yang bikin aku tambah semangat ama tema ini, ada yang ngmg tema ini Ekonomi Pembangunan banget lewat matakulia ekonomi dan sumber daya alam-nya. hehe

wah, syukur dah,,,,, :-)



satu lagi, artikel ini mampu menyabet ARTIKEL TERBAIK di Pelatihan Dasar Jurnalistik yang digagas LPPM Insight Psikologi Unair.

hehe.

penghargaan pertamaku di dunia tulis-menulis.

walopun cuma dapet block notes,

sumpah.

penghargaan ini,
sedikit mencerahkanku.. kemana masa depanku mau kubawa.

CAYOOOOO!!! :')

”Pers Mahasiswa: Antara Idealis, Independen dan Represifitasnya.

Bahwa kebanggaan sebagai wartawan saat ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan masa sebelum reformasi. Alasannya, saat ini menjadi wartawan jauh lebih mudah dibandingkan dahulu. Nyaris, setiap orang yang bekerja pada sebuah penerbitan, betapapun sederhananya penerbitan itu, sudah menamakan diri atau dianggap wartawan.” 1

Pers dalam kebebasan, ingatan kita pasti tertuju 10 tahun silam ketika Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers disahkan. Undang-undang yang memberi kebebasan (yang boleh jadi) melebihi harapan masyarakat pers sendiri. Intervensi pemerintah ke dalam kehidupan pers mulai diharamkan. Lembaga perizinan dan breidel yang dahulu merupakan hantu bagi masyarakat pers dihilangkan. Senyampang dengan kemudahan itu lahirlah lembaga-lembaga pers maupun penerbitan dengan berbagai corak produknya, mulai dengan gaya profesional sampai lembaga penerbitan pas-pasan yang hanya mampu terbit sekali dua kali cetak lalu gulung tikar.

Namun bagaimana dengan Pers Mahasiswa antara kaitannya dengan Undang-undang tersebut dan pada realita kehidupannya? Seolah-olah masih berada dalam ikatan yang sama namun diikat oleh subyek yang berbeda, pada nyatanya lembaga pers mahasiswa masih belum mampu untuk menunjukkan idealisme-nya. Bagaimana bisa, sebuah lembaga pers mahasiswa –yang tentunya belum independen- masih mengandalkan sokongan dana dari petinggi-petinggi universitas atau fakultas untuk menjalankan roda produksinya. Seperti memakan buah simalakama. Makan mati. Tidak makan mati. Mendapat dana tapi tidak mampu mengeksploitasi berita ”sesungguhnya” dan bersikap kritis, atau tidak mendapat dana dan lembaga pers mahasiswa tersebut tinggal sebuah nama.

Menilik sejarah, kehidupan pers pada masa kolonial dapat dibedakan menjadi 3; pers kolonial, pers komersial (umumnya dikelola oleh etnis Cina pada saat itu) dan pers perjuangan. Pers perjuangan atau disebut sebagai pers nasional, lahir dengan etos perjuangan dan motivasi ide politik. Ia merupakan bagian dari institusi politik dan bagian organik dari suatu dinamika sosial, yang pada saat itu bersifat opponen (bertentangan) dengan sistem kolonial. Sifat oponen dari pers perjuangan turut membangun etos jurnalisme yang khas. Kehadiran pers perjuangan yang ditempatkan sebagai alat politik membawa konsekuensi jurnalis dan aktivitas politik dalam dua sisi dari mata koin yang sama.2 Pertanyaannya, mampukah pers mahasiswa mengetrapkan asas itu? Menentang ketidakwajaran-ketidakwajaran dalam sistem maupun pengorganisasian di lingkungan akademika?

Sulit. Ketika kembali terpaku dan terpatri dengan darimana kita mampu terus berproduksi.

Mungkin sekarang yang terpenting ialah bagaimana usaha saya -selaku anggota sabuah pers mahasiswa tentunya- untuk ”mengakali” jerembab permasalahan tersebut.

Kemampuan berbahasa. Ya, mungkin itulah jawabnya. Dengan kelihaian berbahasa, seorang insan media atau dalam hal ini mahasiswa yang belajar menjadi wartawan akan mampu mengungkapkan realita tanpa harus menyakiti salah satu pihak. Profesi jurnalistik yang memiliki tugas utama menulis dan menyajikan berita, tentu sangat erat kaitannya dengan bahasa sebagai media utama. Efektivitas penyampaian berita (pesan) akan sangat ditentukan oleh kemampuan seorang wartawan dalam menyajikan berita kepada khalayak. Semakin baik penguasaan bahasa seorang wartawan, semakin besar pula kemungkinan berita itu sampai kepada khalayak dengan baik. Dalam konteks ini, wartawan berperan sebagai pengirim pesan dan khalayak sebagai penerima pesan. Terkait kehidupan modern yang penuh dinamika, wartawan menghadapi tantangan untuk terus mengembangkan kemampuannya dalam berbahasa. Tanpa itu, seorang wartawan akan tertinggal dan sulit bersaing dalam proses penyajian berita.

Disinilah beruntung Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga memiliki LPPM (Lembaga Pers dan Penerbitan Mahasiswa) SEKTOR. Sebagai satu-satunya Pers yang terbukti mampu menjaga eksistensinya diantara lembaga-lembaga pers fakultas lainnya di Universitas Airlangga. Terbukti sejak berdiri pada tahun 1986, sempat di breidel beberapa kali hingga sekarang telah mampu memproduksi 24 edisi majalah Sektor, Buletin Marginal yang terbit tiap bulanan, Jurnal Skema, Mading Depan hingga Sektor on-line yang akan segera launching.

Begitulah SEKTOR kemudian hadir menyokong nadi kehidupan fakultas dan turut menjadi sejarah Persma Unair. Ditengah keterbatasan, kritik dari berbagai pihak dan tantangak-tangan dari UKF-UKF lain, dalam usianya yang telah menginjak usia 23 tahun, SEKTOR akan terus berbenah, memperbaiki diri, memperbaiki kemampuan berbahasa para anggotanya, memantapkan kerja dan tentunya mempercantik tampilan. SEKTOR akan terus menjaga konsistensinya, dalam usaha mencapai utopia-utopia persma yang sesungguhnya.

Hidup Pers Mahasiswa!

1Drs. Kokon Furkonulhakim, MS dalam ulasannya tentang Kebebasan Pers; www.tempointeraktif.com.

2Arymami dalam ulasannya terhadap buku PERS NASIONAL: TIDAK CUKUP DENGAN MITOS, (Agustus, 2007) karangan Ashadi Siregar.


* Gag Jelas 1. Ditulis buat KORANKU. *

editorial.............

menurut Seminar Menulis Artikel yang digagas BEM beberapa waktu lalu,
editorial itu gaya penulisan yang serius, serta mewakili sikap suatu media.

nha...sayangnya, di SEKTOR yang dapet musibah buat nulis editorial ya pimrednya dewe.
tanpa diskusi bla bla bla langsung cap cuz nulis dewe. hehe

emang, kata sebagian senior, editorial itu rubrik yang special.
secara yang nulis pimrednya langsung.

waaaa...karena uda dikutuk jadi pimred, akhirnya, mau gag mau, dengan terpaksa (Ya Allah jahat banget yaaku..hehe) akhirnya nulislah pula aku di rubrik editorial Sektor BE.

dengan penuh perjuangan, ngepet 7 hari 7 malam, mandi kembang tengah malam..hehe


cring.... cring.... cring.....
Jadilah.... :')


Business (bisnis) and Entertainment (hiburan), dua dunia yang tidak dapat dipisahkan, saling terkait. Beribu orang berbisnis dalam bidang hiburan. Dan, semua orang pun tahu bahwa dunia hiburan merupakan bagian dari dunia bisnis.

Dunia hiburan tidak akan mati dimakan oleh zaman. Sampai kapanpun, dunia hiburan menarik banyak minat setiap insan. Glamour-nya kehidupan para lakon yang berkecimpung didalamnya, jaminan materi yang melimpah ruah, serta meningkatnya popularitas memancing banyak minat untuk terjun di dalamnya. Kehidupan serba ‘wah’ menjadi daya tarik tersendiri, walaupun untuk mencapai semua itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Dunia hiburan sangatlah kompleks. Perkembangan masyarakat dewasa yang sangat dinamis, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta pasar bebas menciptakan masyarakat yang menggemari hiburan. Masyarakat yang gandrung akan hiburan ini menyerap segala bentuk hiburan dalam kesehariannya, mendengarkan musik di pagi hari atau saat di perjalanan, menonton beragam film di gedung bioskop yang mewah, membeli pakaian di butik mahal, dst.

Mari kita bahas satu persatu.

Perkembangan musik di Indonesia sudah semakin maju. Perkembangan dunia digital turut mengembangkan industri musik di Indonesia. Tidak hanya industri musik besar saja yang mendapat berkah dari kemajuan teknologi dunia, namun industri musik yang sedang merangkak, baru berdiri pun mendapat berkah dari kemajuan teknologi ini. Kesenjangan sosial di industri ini pun semakin menyempit. Walaupun, tidak dapat dipungkiri masih banyak masalah-masalah yang belum dapat diselesaikan yang dapat menghambat perkembangan industri musik di Indonesia, seperti fenomena pembajakan di Indonesia.

Lain halnya dengan industri film di Indonesia. Sempat mengalami mati suri pada awal 1992, kemudian bangkit kembali melalui karya-karya fenomenal sineas muda, terlihat dari banyaknya film yang diproduksi. Jumlah film yang diproduksi tahun 2007 sebanyak 78 judul film, meningkat 129 persen dibanding tahun 2006 yang hanya berjumlah 34 judul film. Namun sayangnya perkembangan industri film hingga kini diprediksi dapat mengalami kemunduran lagi apabila tetap mempertahankan genre-genre yang terus monoton. Munculnya jaringan bioskop 21, lahirnya era stasiun televisi swasta, hingga penemuan cakram vcd dan dvd ikut menjadi penentu pasang-surutnya industri ini.

Bagaimana dengan dunia fashion?? Perkembangan fashion Indonesia pun tidak kalah seru apabila kita bahas. Industri ini juga tidak akan pernah mati. Lihat saja tiap tahun ada saja pameran-pameran yang memajang karya-karya desainer pakaian terkemuka di Indonesia maupun dunia. Paris masih tetap menjadi kiblat dunia fashion, hingga pasar-pasar tradisional penjual pakaian tetap menjadi lokasi kunjungan yang menarik bagi golongan menengah ke bawah.

Sekali lagi, dunia hiburan sangat kompleks dan luas. Hal mendasar inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pelaku bisnis di negeri ini. Para pelaku bisnis tersebut pun dengan jeli memanfatkan segala peluang untuk berbisnis. Terciptalah berbagai merchandise dari hiburan tersebut, yang tentu pula menghasilkan uang dari hasil penjualannya. Merchandise yang dibuat berdasar tema film atau tokoh tertentu, ataupun lagu-lagu yang dikemas untuk mendukung sebuah film, toko maupun butik penjual pakaian, penjual CD lagu-lagu baru, hingga culinary menjadi bagian dari bisnis yang berpijak pada dunia hiburan. Ada saja bagian dari dunia hiburan yang dapat dijadikan ladang bisnis.

Dunia bisnis dan dunia hiburan memang tidak dapat dipisahkan. Keduanya dapat menghasilkan pundi-pundi uang bila dikerjakan dengan serius dan manajerial yang baik.


hehe.
editorial by beruank ngok ngok ini jelas dapat kritikan dari suwek2.
ada yang bilang kurang sentuhan ekonomi-nya,
ada yang bilang gag jelas maksudnya apa,
ada yang bilang kurang oke karena kurang kalimat langsungnya dan hanya memaparkan data2 tok.

sempet down denger komentar itu,

tapi, it's oke....
itu semua masukan yang klo q dengerin dan q aplikasikan di artikelku kedepannya, dipastikan akan mampu membuat artikelku selanjutnya jadi lebih berkembang.

hehe.

thx buat semua masukannya ya mb mz suwek... :')

14 Januari 2009

me-review masa lalu.

14 Januari 2009.

Punya amanah baru.
Jadi Pemred (Pemimpin Redaksi) Majalah Sektor.

SEKTOR adalah Lembaga Pers dan Penerbitan Mahasiswa (LPPM) Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga.

aneh.

bingung.

lhah baru angkatan 2008 uda diminta jadi pemred.

emang gag ada yang maksa.
sebelum ditunjuk juga ada semacam "audisi", "seleksi" ato apalah namanya.
setiap kandidat pemred diminta mempresentasikan tema buat sektor edisi mahasiswa baru.
dengan otak dan kemampuan ekonomi pas2an aku mengusung tema SAMPAHolic hasil usulam mami.

Yeee..... tema yang gag q siapin itu malah menang.

jadilah aku pemred Majalah sektor termuda sepanjang sejarah per-sektor-an. hehe.

malemnya langsung di testi mz. aldi. scr waktu itu masih musim fs.

1. Congratz...bwt terpilihnya km sbg
Pemimpin Redaksi SEKTOR
Majalah SEKTOR ujung tombak qt,itu amanah yang cukup meyakinkan
Tunjukkan yang terbaik...
UHhh...uda pny pacar tO?pinter2 manage waktu ya

2. Ooh ya....km sebagai Pimred dan Meilisa sebagai Redaktur Pelaksana kudu sinergis n motivatif..aq akan memperhatikan dan membantu kinerjamu...
Untuk SEKTOR edisi business entertainment adalah awal mula disitu km akan kami (Pengurus Inti) evaluasi, km bisa melenggang manis jika kinerjamu apik namun jika kinerjamu kurang meyakinkan km bisa dicopot...
Kapan Rapat Redaksi dimulai?Aq berhak hadir dan diberi tahu...untuk mengejar deadline Akhir Februari masuk cetak, aq harap segera..

3. Untuk SEKTOR edisi maba..bukan berarti km dipilih Pimred,berarti Tema km tadi dipilih..
klo km mw tema km dipilih,perjuangkan waktu Raker awal Maret nanti...
Namun yang perlu diperhatikan adalah
a. Apakah tema yang km pilih akan sesuai untuk memenuhi rasa keingintahuan para maba akan Ekonomi???
b. Apa tema yang km pilih up to date?
c. Apa tema tersebut memiliki substansi yang urgen untuk memnuhi kriteria layak muat?
d. Bagaimana sumber daya yang km miliki untuk menangkap tema tersebut?
e. Apa tema km layak jual?
dan akhirnya slamat berlibur...n istirahat...tadi capek skali....fiuh......
Ayo qt ciptakan lingkungan SEKTOR good corporate Governence...


mbok..... mas iki ancene sangar.


* to be continued ke posting-an berikutnya iaa...*
:-)

SALAM REDAKSI Sektor vol.25 Business and Entertainment....

“Tidak selamanya dunia hiburan bisa berjaya, banyak pelaku hiburan yang mulai mengelola bisnis dan dunia usaha.”

Sepenggal kata-kata inilah yang diucapkan seorang penyiar dalam acara gosip yang ditayangkan salah satu stasiun televisi swasta. Terserah bagaimana tanggapan anda. Yang jelas, tidak dapat dipungkiri bahwa dunia entertainment dewasa ini merupakan salah satu bidang pekerjaan yang sangat menjanjikan. Glamour-nya dunia hiburan seakan mampu menjadi ‘magnet’ tersendiri bagi setiap kalangan untuk terjun di dalamnya.

Materi yang berlimpah, meningkatnya popularitas seakan jaminan yang akan didapat ketika kita mulai berkecimpung di dalamnya. Sementara di lain pihak, mengelola bisnis dan usaha lainnya bila dikerjakan dengan manajerial yang baik dapat menghasilkan keuntungan yang berlimpah-ruah pula. Dijabarkan dalam Majalah Sektor edisi 25 Tahun 2009 ini berbagai bidang-bidang usaha, tentunya dengan pundi-pundi rupiah yang dapat dikais ketika mampu menjalankannya dengan baik.

Tak ada gading yang tak retak. Kritik dan saran selalu kami tunggu demi perbaikan Majalah Sektor di tiap edisinya. Kritik dan saran dapat di kirim langsung di sekretariat LPPM Sektor atau melalui email kami di sector-fe@fe.unair.ac.id.
Mungkin Anda ingin mengkritik penulis Salam Redaksi, bodoh sekali orang itu menulis ucapan penyiar gosip tadi. Bukankah dunia hiburan merupakan bagian dari bisnis dan dunia usaha?

Hidup Pers Mahasiswa…

Piracy…don’t do this!

Jumlah orang yang menyukai dan berdaya beli sekaligus mau membeli sangatlah terbatas. Sementara jumlah orang yang menyukai, tak berdaya beli tapi sebetulnya mau membeli, lebih banyak. Hal mendasar inilah yang menyebabkan tingkat pembajakan di Indonesia sangat tinggi.

Data IDC (International Data Coorporation) atau lembaga research pasar menyebutkan bahwa Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai negara terbesar dalam tingginya tingkat pembajakan, setelah Cina dan Vietnam.

Kopian dalam bentuk media apapun, seperti kaset, CD, DVD, maupun MP3 yang dijual tanpa label PPN atau tanpa seijin pemilik hak cipta, maka disebut bajakan. Bajakan memiliki sifat ilegal dan melanggar hukum. Inilah fenomena yang sekarang sedang dan makin berkembang di masyarakat. Peredaran keping MP3, VCD, dan DVD bajakan di sudut-sudut kota semakin marak seiring pesatnya kemajuan teknologi di negeri ini. Sekeping MP3 bisa menampung ratusan lagu dari berbagai penyanyi ataupun grup musik.

Para pembuat dan penjualnya memang menolong banyak konsumen untuk tetap bisa menikmati kepingan-kepingan musik ini dengan harga yang sangat miring, karena hanya merogoh goceng untuk sekeping VCD, delapan ribu perak untuk DVD, dan sekeping MP3 dengan harga sepuluh ribu rupiah, konsumen sudah dapat menikmati VCD, DVD, atau MP3 yang kualitasnya tidak kalah dengan kepingan asli yang harganya puluhan bahkan ratusan ribu rupiah.

Gara-gara pembajakan musik yang semakin ‘gila’ ini, jelas sangat merugikan pihak manajemen artis, pihak major label, serta pihak-pihak lain yang produksinya dibajak. Bahkan, kemajuan teknologi pun banyak disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Sekarang banyak dijumpai pembajakan via internet, dimana seseorang dapat memperoleh lagu hanya dengan men-download di internet. Hanya dengan membayar biaya internet seseorang sudah dapat mengoleksi lagu-lagu terbaru, tentunya tanpa harus membeli album baru tersebut.

Lebih gila, banyak masyarakat tidak mau tahu alias masa bodoh, apakah mengunduh via internet itu termasuk pembajakan atau tidak. Padahal, perlu diingat bahwa pembajakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini menyebabkan penjualan album fisikal pihak major atau pihak pencipta turun drastis. Terus menurunnya royalti membuat gemas beberapa manajemen artis, sehingga banyak manajemen artis yang lebih mengandalkan pemasukan dari konser-konser dan penjualan RBT (Ring Back Tone).

Beberapa bentuk protes pun dilancarkan oleh pihak manajemen artis atas maraknya pembajakan kaset dan CD yang seakan tidak bisa dihindarkan lagi, seperti yang telah ditunjukkan oleh group band Naif yang memilih untuk membagi-bagikan albumnya yang ber-title “Let’s Go” secara gratis di pasar. Segala bentuk pembajakan itu merugikan, baik secara ekonomi maupun prestise pihak-pihak terkait. Tetapi bukan rahasia umum lagi jika fenomena pembajakan telah merajalela di Indonesia.

Konsumen yang kurang menghargai karya orang lain, akan berdalih dengan alasan ekonomi mereka cenderung membeli kepingan bajakannya. Padahal di Indonesia telah membentuk Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) sebagai payung hukum bagi pemilik-pemilik hak cipta. Indonesia juga merupakan negara yang melindungi Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

HAKI adalah hak dan kewenangan untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual, yang diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku,
Tapi, mengapa pembajakan di Indonesia sangat sulit untuk dihilangkan? “Sebenarnya kebudayaan di Indonesia sendirilah yang menyebabkan pembajakan terus ada. Berawal dari kebiasaan raja-raja Indonesia di masa silam, raja-raja jaman dahulu dianggap berwibawa bila rendah hati, akhirnya mereka tidak pernah mencantumkan identitas di setiap karya-karya yang telah mereka ciptakan.” ucap Wuri Adriyani selaku dosen HAKI Fakultas Hukum Universitas Airlangga. “Terus-menerus berlaku kebiasaan seperti itu, hingga kini banyak kalangan pencipta yang rela karyanya terkenal tanpa menyebutkan identitas mereka sebagai pencipta.” tambah dosen yang menjabat sebagai Lektur Kepala tersebut.

“Hal ini berbeda dengan budaya yang berkembang di luar negeri, sikap individual sangat mendasar di setiap masing-masing individu. Di setiap apa yang mereka ciptakan, pasti terpampang nama mereka yang mencipta.” Dosen yang tengah menempuh pendidikan S3 tersebut juga menambahkan bahwa penanggulangan HAKI khususnya di Indonesia memang sangatlah rumit. UU dan penanggulangan pelanggaran HAKI itu belum cukup untuk mengatasi segala permasalahan pelanggaran HAKI.

Pengajar yang memiliki motto “berjuang terus menegakkan kebenaran ilmu hukum” ini juga menyarankan agar tiap-tiap pencipta membuat dan mengumpulkan dokumentasi sejarah pembuatan suatu karya dan mengumpulkannya pada Pemda setempat, jadi masing-masing daerah akan mempunyai karya yang berbeda-beda dan nantinya akan menjadi ciri khas daerah tersebut. Hal ini tentunya akan memperkaya karya-karya intelektual Indonesia.

Kurangnya kesadaran untuk mau mendokumentasikan proses pembuatan suatu karya inilah yang dianggap Wuri sebagai salah satu penyebab mengapa banyak juga budaya-budaya asli Indonesia yang diklaim menjadi budaya milik daerah lain, seperti Tarian Reog dan Lagu Daerah Rasa Sayange. “Sudah saatnya bangsa Indonesia sedikit merubah budaya mereka yang kurang pas.” Terakhir ibu yang hobi membaca ini berucap, “Hal utama yang diperlukan untuk mengatasi pembajakan adalah perbaikan kesadaran dari masing-masing elemen masyarakat untuk lebih menghargai semua bentuk karya cipta, tentunya dengan tidak membeli barang bajakan.”


*artikel ini ditulis untuk rubrik Liputan Utama Sektor Business and Entertainment. Tulisan pertama di Sektor nee... Nulisnya duet ma Vita a.k.a Bonsay anak Akuntansi 2008. Go SEKTOR! :') *