oleh Rachma Bhakti Utami
“Mereka muncul di saat-saat sulit.
Mereka datang untuk memikul beban yang tidak dipikul manusia di zamannya, dan
mereka merespon tantangan-tantangan kehidupan yang berat..”
(Anis Matta)
Ruang khayal kita selalu dipenuhi sederet nama tokoh pejuang masa lalu, sebutlah Pattimura, Imam
Bonjol, Sisingamangaraja, Teuku Umar dan sederet nama popular lainnya ketika terkenang sejarah kepahlawanan negeri ini. Masa demi masa bergulir. Sosok pahlawan terpatri pada nama-nama semisal Bung Karno, Bung Hatta,Bung Tomo dan pejuang-pejuang lain di era ’45. Mereka dengan semangat heroisme memobilisasi kemerdekaan yang telah lama didamba oleh segenap bangsa Indonesia. Dengan semangat yang berlipat ganda, mereka tidak pernah berhenti menggelorakan kepercayaan diri yang tiada henti sampai akhirnya Indonesia menjadi bangsa yang merdeka dan utuh sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Membaca serial kepahlawanan yang ditulis Anis Matta untuk Tarbawi seolah membaca buku panduan
untuk mencari sosok pahlawan saat ini. Pahlawan bukanlah orang suci yang diturunkan dari langit ke bumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan mukjizat. Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai waktu mereka habis. Mereka tidak harus tercatat dalam buku sejarah atau dimakamkan di taman makam pahlawan. Mereka juga melakukan kesalahan dan dosa. Mereka adalah manusia biasa yang berusaha memaksimalkan seluruh kemampuan untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang disekelilingnya. Mereka merakit kerja-kerja kecil menjadi sebuah gunung, karya kepahlawanan adalah tabung jiwa dalam masa yang lama.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”.
Demikian adagium yang kerap terucap. Akan tetapi, paralelkah adagium itu dengan upaya dan itikad kita untuk betul-betul melaksanakannya dalam keseharian?
Setiap tahun kita memperingati Hari Pahlawan. Kita memang perlu mengenang jasa-jasa yang telah ditorehkan para pahlawan terdahulu, itu menandakan bahwa bangsa ini tahu berterima kasih. Bahwa pula bangsa ini tidak kacang lupa akan kulitnya. Tulang rapuh para pahlawan telah menjadi tiang penyangga tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, peringatan Hari Pahlawan dalam konteks masa kini dirasa kurang kadar kualitasnya heroiknya. Saat ini kualitas peringatan itu semakin menurun dari tahun ke tahun. Dalam artian, kita tidak mampu menghayati dan merefleksikan makna Pahlawan yang sebenarnya. Peringatan Hari Kemerdekaan yang diperingati sekarang, pada dasarnya lebih kepada peringatan yang bersifat serimonial, bukan mengacu pada refleksi dalam memberikan makna baru kepahlawanan dan berusaha mengisi kemerdekaan yang telah diraih dengan
semangat yang baru pula.
Tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan
perkembangan zaman. Menjadi seorang pahlawan saat ini tidaklah harus cakap menggunakan bambu runcing, bayonet atupun tombak seperti pahlawan tempo dulu. Bukan saja musuh yang dihadapi saat ini tidak berwujud bagai tentara - tentara negara imperialis yang tidak berperikemanusiaan dan berkeadilan. Kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan dan kenestapaanlah yang menjadi wajah musuh bangsa kita saat ini. Pahlawan hanyalah mereka yang tidak lepas dari keberanian dalam membela kebenaran, kegigihan dalam memperjuangkan keadilan dan kemampuan dalam mengatasi problem. Tidak hanya itu saja, dewasa ini kita membutuhkan pahlawan yang betul-betul mempunyai perhatian dan kepedulian untuk membawa perubahan mendasar terhadap bangsa Indonesia. Kita membutuhkan pahlawan yang mampu menangkap para koruptor yang telah menyengsarakan
rakyat banyak.
Memang tidak mudah untuk menjadi pahlawan. Mungkin lebih mudah bagi kita menjadi pahlawan kesiangan, yakni orang yang baru mau berjuang setelah masa sulit berakhir atau orang yang ketika masa perjuangan tidak melakukan apa-apa, tetapi setelah peperangan selesai menyatakan diri pejuang. Mungkin risau yang kita rasakan saat ini. Risau karena bangsa ini kini mengalami kelangkaan akan jumlah pahlawan. Apakah karena kini rahim-rahim wanita menjadi pelit untuk melahirkan sosok-sosok pahlawan baru? Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Karena itu, hari pahlawan tidak hanya diperingati tiap 10 November, tetapi berlangsung setiap hari dalam hidup kita. Setiap hari kita berjuang paling tidak menjadi pahlawan untuk diri kita sendiri dan keluarga. Artinya, kita menjadi warga yang baik dan meningkatkan prestasi dalam kehidupan masing-masing.
“Jangan pernah menanti kedatangan mereka atau menggodanya untuk datang ke sini. Mereka tidak akan pernah datang. Mereka bahkan sudah ada di sini. Mereka lahir dan besar di sini, di negeri ini. Mereka adalah aku, kau, dan kita semua.”